Sunday, October 24, 2010

Miris

"Bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu, karena besok engkau akan mati"-Epikuris.

Kaum Hedonis. Tidak bisa disangkal, di Jakarta sudah banyak yang seperti ini. Sangat terasa sekali tadi malam, saat nonton bareng teman-teman di salah satu pusat hang-out di bilangan Thamrin. All the dresses, all the make up, all the style...mereka terlihat sangat cling! Dibanding dengan tampilan gue, yang pake kaos oblong, celana jeans butut plus sendal jepit, gue tampak seperti upil di pinggir hidung, dan mereka adalah tindikan berhias berlian..hehehehe

Sempat terpikir, saat sedang makan di salah satu food court-nya, berbincang dengan teman, sambil mengedarkan pandangan ke segala arah. Ada sekelompok anak muda dengan gadget terbaru ditangannya, ada pasangan muda-mudi yang asyik masyuk, ada keluarga yang membawa bayi yang digendong babysitter-nya, segerombolan cewek yang memakai pakaian pesta (mungkin ada acara), dan kami, tiga orang yang menikmati makanan kami, yang agak miris melihat keadaan disekitar kami,

Sebenarnya Indonesia kaya.

Gedung-gedung angkuh yang setiap hari terlahir lebih tinggi menyaingi gedung leluhur sebelumnya. Ferari yang parkir dengan berbagai warna di banyak mall. Atau rangkaian mobil mewah yang melintas di jalan utama.

Tapi, pantaskah jika hanya sebagian orang saja yang menikmatinya, sementara lebih banyak lagi orang-orang yang makan dengan baik saja bisa 3 hari sekali?

Miris. 

Menjadi warga negara di negeri sendiri terasa penuh dengan dilema. Mau peduli perlawanan banyak sekali, mau cuek, nurani berontak! Atau lebih baik kloning saja? Satu untuk yang baik, dan satu untuk yang jahat? Karena di dunia ini sudah terpahamkan, yang berduit yang akan hidup lebih panjang.

Pernah nonton film 2012? Siapa yang akhirnya bisa hidup dan sampai ke Tanjung Harapan di Afrika? Orang kaya dan pejabat penting! Jadi, haruskah menjadi salah satu dari dua itu, agar hidup bisa lebih panjang dan bahagia? Kenapa dengan menjadi manusia biasa saja justru tidak bisa tenang?

Para (ke)aparat pemerintah itu. Bukankah harus selalu melindungi rakyat, ya? Tapi atas nama uang dan kenimatan sesaat semua nurani harus digoreng hangus! Untuk rakyat, cukup pantat kuali yang hitam, dikerik, dan dijadikan gizi utama. Lalu seperti apakah Indonesia nantinya? Kalau ternyata lebih buruk dari sekarang, gue gak mau melahirkan anak-anak yang hanya akan menyesap racun dan memakan hama! Lebih baik tidak terlahir sekalian.

Tapi, bisa saja, yang kita paksa untuk tidak lahir, adalah penyelamat kita suatu saat nanti.

Tuh, bisa dilihat kan? Dilema hidup di Indonesia. Dan negeri lain belum tentu lebih baik dari negeri tercinta ini. 

Saat banyak orang lain yang berlomba-lomba untuk berganti kewarganegaraan karena mengharapkan kelayakan hidup di tempat yang baru, setelah dikhianati berkali-kali di rumah sendiri, akankah kaki kita tetap bertahan disini?Mengibarkan bendera itu didada kita, dan berteriak :

"INI TANAH KAMI! JANGAN REBUT, JANGAN RUSAK! YANG KABUR JANGAN KEMBALI! BIAR KAMI YANG MELANJUTKAN NAFAS SATU-SATU KAMI, UNTUK KAMU, DIA, DAN MEREKA, YANG MENGAKU, BAHWA MEREKA ADALAH INDONESIA!"

_opiezip




Epikuris --http://id.wikipedia.org/wiki/Hedonisme

1 comment:

  1. Merdeka!!!!

    I have the same feeling too..mau lawan ga bisa mau diem juga jengah. Kalau kata Pak Mario, selama kaki kita belum kuat menopang badan melawan arus kita ikuti saja sembari membesarkan diri, saat sudah siap kukuhkan pijakan untuk melawan arus. Well, redaksi pastinya sih ga gitu..tapi itulah yang saya tangkep.

    Asal jangan sampe lupa aja ntar kalau udah besar

    ReplyDelete