Thursday, May 5, 2011

Kesimpulannya...

Maaf.

Sebelumnya saya mau minta maaf. Atas apa yang akan saya ceritakan nanti disini. Tentang puisi. Tentang kegandrungan saya menulis, yang sudah saya nikmati sejak di Sekolah Dasar dulu. Gara-gara guru Bahasa Indonesia saya yang dengan senang hati 'meracuni' saya dengan segala karya sastra, sebutlah Siti Nurbaya, Atheis, Layar Terkembang dll. Saya dibuatnya jatuh hati. Mati penasaran, kalau belum membacanya sampai tuntas. Kelompok kata-kata itu membuat saya membenci angka, membenci segala yang tak mampu bercerita, sekaligus memaksa saya menikmati seni: lukisan, musik, gerak, pun dalam geliat kata, puisi.

Ya. Dulu saya mampu mendekam dalam kamar semalaman, menulis dan menulis tentang puisi. Tanpa saya mempelajari dasar penulisannya seperti apa, akan mengikuti gaya apa dan siapa. Saya hanya terus menulis, menulis dan menulis. Dulu saya menuliskan dalam kertas buram, yang biasa dipakai untuk coret-coret waktu ujian, kemudian disatukan dan saya simpan baik-baik. 

Beberapa waktu lalu saat pulang ke rumah dan membereskan kamar, dalam laci meja, dibungkus plastik, saya temukan lagi kumpulan tulisan itu. Ah...saya tertawa geli saat membacanya. Hampir semua tulisan saya berbau cinta dan sakit hati...padahal waktu itu, punya pacar aja nggak. Hahahahaha....

Haaah....belasan tahun sudah berlalu, dan saya masih saja terus menulis. Membuat galian dalam hidup. Memperkuat akar. Dan berusaha meninggalkan jejak yang jelas. Pun walau kehadiran saya masih tersamar. Saya masih menikmatinya.

Sampai saat itu. Ya saat matinya perasaan saya ketika membaca sebuah tulisan yang dikategorikan sebagai puisi. 

Tidak. Tulisan itu tidak jelek. Amat sangat bagus malah. Saya terkesima. Terdiam. Lalu merasa bodoh. Karena ternyata perjalanan saya sekian masa tidak berarti apa-apa. Saya masihlah sebesar kuman. Tak bernama. Hanya seperti kentut. 

Sejak saat itu saya kehilangan gairah untuk menulis. Semua tulisan teman-teman di jejaring sosial yang mampir di wall saya, satu-satu mulai tidak saya hiraukan. Lalu lama-lama malah saya lewatkan. Benar-benar sungguh mati minat saya. 

Apa ini hanya sebuah kebosanan sesaat? Atau pengakuan kekalahan dari sebuah karya yang mampu membungkam saya? Atau kepengcutan jiwa saya yang tidak mau mengakui keunggulan orang lain dalam berkarya? Atau.... saya memang sebenarnya tidak berbakat menulis? Atau...masih banyak atau-atau lainnya yang saya timpakan kepada diri saya.

Dan sampailah pada satu kesimpulan. Bukan hanya bosan, tapi juga melewatkan kesempatan berkali-kali. Padahal saya tau saya mampu. 

Hanya malas. Sudah. Itu saja. 






No comments:

Post a Comment