Tuesday, February 22, 2011

Hasil Ngelamun

Pagi ini terbangun dengan kondisi badan yang sama sekali tidak fit. Lemes, ngantuk, lunglay, senggol-dikit-ngglundung..daaan sebagainya. But tonight is worth. I've found a lot of  facts. Hal-hal yang nyata, yang ternyata memang terjadi ada maksudnya.

Tentang hidup, cinta dan Tuhan.

Sadar. Sampai saat ini, belum benar-benar memaknai ketiga hal tersebut. Apa sih hidup itu? Apa itu cinta? dan kenapa ada Tuhan?

Tadi malam (meminjam istilah teman) tentang titik balik. Titik balik dari saya. Seorang manusia, yang ternyata adalah benar, seorang manusia. Yang hakikatnya, adalah kumpulan dari baik dan buruk. Seorang pengumpul dosa dan pahala. Seseorang yang nyata-nyata bukan berasal dari tinja hewan primata yang seiring waktu akan berubah menjadi ras yang mumpuni. Manusia adalah manusia. Primata adalah primata. Bebek adalah bebek.

Tuhan

Saya adalah seorang manusia (dengan bangga kini saya memakai kata itu), yang dehidrasi akan Tuhan, sekaligus sok kuat tanpanya. Mungkin takabur, sok, sombong atau sangat niat untuk membangkang atas ketentuannya.

Tapi tampaknya Tuhan sudah dengan baiknya sayang sama saya. Dijaganya benar aib saya. Dijaganya benar hidup saya. Dijaganya benar hal-hal yang berharga untuk saya. Tapi saya malah sangat gemar melupakannya. Saya adalah pembohong besar! Karena berani menyembahnya bersamaan dengan mematinya hati saya.

Terlebih, saya sangat percaya akan surga dan neraka. Padahal saya tidak tau tempat seperti apa itu. Apakah sama seperti yang di gembor-gemborkan di kitab suci? Atau hanya dongeng belaka, untuk menakut-nakuti manusia, agar jangan jadi pembangkang. Saya hanya percaya pada hal gaib. Sama seperti percayanya saya, pada ke-eksisan pocong dan kuntilanak.

Cinta

Cinta itu apa sih? Hal yang membutakan? Mungkin. Hal yang menenangkan? Mungkin. Hal yang menakutkan? Mungkin. Cinta punya banyak kemungkinan. Dan saya selalu terjebak dalam kemungkinan yang salah. Ah, bukan saatnya menggerutu. Yang disesali itu selalu menyesakkan. Jadi buat apa dipikirkan. Gunung pasti akan habis dimakan manusia karena cinta. Laut akan kering disedot manusia, karena cinta. Tanah pasti akan tak guna, karena cinta. Semua hal yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu, kini diatas namakan 'karena cinta'.

"Kalau saya tidak begini (mencuri, membunuh, merampok) keluarga saya tidak bisa makan", ini karena cinta pada keluarga.
"Kami melakukan ini (perselingkuhan, hubungan diluar nikah, sex bebas)", karena cinta pada kekasih.
"Kami melakukan ini (jihad, bom bunuh diri, demo)", karena cinta pada keyakinan.

Kalau cinta bisa sekaligus menjadi mulia dan busuk pada satu waktu, lalu esensi dari cinta itu apa?

Kalau sampai saat ini saya memilih untuk diam, baiklah saya katakan, "Itu karena cinta".


Hidup

Baru beberapa bulan yang lalu, saya setuju atas celetukan diam-diam dalam kepala saya."Saya mempekerjakan otak kiri, untuk menghidupi otak kanan".

Hidup itu penuh dengan prioritas. Penuh dengan tantangan. Penuh dengan kebohongan. Penuh dengan 'lokalisasi' pembenaran. Hidup itu sejatinya adalah munafik! 

Hmm....saya selalu bersyukur, dalam hati, dalam ucapan, biarlah sekiranya orang akan mengira saya sombong. Setidaknya itu adalah sifat manusia. Dan saya masih manusia. Masih menuai dan menelan semua hal yang terjadi bulat-bulat, secara penuh, lalu mencernanya dengan otak kecil saya.

Ada yang bilang saya aneh, abnormal bahkan gila. Hey! Ada yang salah kalau saya justru menikmati julukan-julukan itu? Saya rasa tidak. Karena menjadi aneh, abnormal sekaligus gila, adalah kebebasan untuk saya. Coba perhatikan orang gila yang ada  di jalanan. Tanpa baju, hidup dalam dunia sendiri, bebas mau makan apa, terserah mau tidur dimana, dan tidak perlu pusing memikirkan tentang dunia keparat ini! Iya sih, saya tidak plek  sama dengan orang gila di jalanan itu, saya hanya gila di pikiran dan imajinasi saya. Yang kini, justru sedang liar-liarnya.

Saya terlahir sebagai pemberontak atas segala hal yang dianggap 'normal', padahal saya dibentuk sebagai orang baik-baik dengan sempurna oleh  keluarga tercinta. Ayah yang keras mendidik saya, dengan  menjadikan saya 'anak lelaki' pertama dalam keluarga,  Ibu yang dengan lembut, diam-diam mencintai saya dengan segala omelan pagi-siang-sore-malamnya, adik-adik yang sering saya 'kerjai' semata-mata untuk menerima limpahan emosi saya yang menggelegak, juga saudara-saudara yang sering saya 'tipu' dengan tingkah laku manis saya. Tapi merekalah, yang justru mengenal saya dengan sejujur-jujurnya. 

Tapi, dari semua kejadian selama hitungan mundur puluhan tahun kebelakang, saat saya di daulat untuk boleh menjalani hidup di alam ini, nyata-nyata saya tetap tersungkur pada Tuhan. Terutama saat saya merasa mulai kehilangan diri saya. Ah, saya memang berubah rapuh saat bertemu Tuhan. Padahal memuja-muji namaNya saja saya sangat jarang, hanya datang saat butuh. Tapi nyatanya (lagi) Tuhan tidak pernah meninggalkan saya sendirian.
Saya dibuatNya  jatuh cinta. Benar-benar jatuh cinta. Lewat surat cintaNya, lewat nyanyian-nyayian para pemujaNya, lewat semua isyarat tersurat-tersiratNya, lewat mata para pendosa, lewat gerak para pencuri, lewat lenguhan para pelacur dan lewat gerakan lirih para pengamen kecil di perempatan-perempatan jalan.


Cinta, hidup dan Tuhan.


Saya tahu sekarang, untuk apa saya hadir disini dan kepada apa saya kembali.



_Jakarta, 24.11.2010

No comments:

Post a Comment