Wednesday, February 23, 2011

Kisah Tentang Bunuh Diri

Kerlipan malam mulai patuh menyenggamai bulir keringat di ujung hidung.
Ya, hidung yang sama seperti 15 tahun yang lalu, hanya saja, sudah berubah bentuk.
Operasi plastik.

Bau asap dupa mulai menyeruak.
Ritual ini sudah dipersiapkan sejak dua tahun yang lalu.

Ritual bunuh diri.

Di altar sudah tersedia silet yang baru dibelinya dari supermarket.
Pisau dapur.
Jarum suntik, yang sudah dilumuri racun.
Sejumput kokain.
Sepiring udang goreng.
Dan sebotol vitamin C dosis tinggi.

Dipandanginya satu-satu benda-benda yang akan mengantarnya bertemu maut.
Yang mana yang paling sedikit menimbulkan rasa sakit.
Bahkan kalau bisa, jangan sampai ada rasa sakit.
Tapi, tunggu sebentar.
Apa masih sempat, memikirkan rasa sakit?
Bukankah bunuh diri ini justru untuk menghilangkan rasa sakit?
Ah, peduli amat! Mana saja tak masalah!

Pengecekan terakhir.
Wasiat di rekaman video, siap.
Uang gaji terakhir untuk Bapak, Ibu dan adik-adik dikampung, siap.
Surat cinta untuk kekasih tercinta, dan selingkuhan tersayang, siap.
Surat teror untuk musuh-musuh, siap.
Tips untuk pemilik kosan, upah menemukan mayat, siap.
Amplop untuk sedekah masjid dan panti asuhan, siap.


Yak!
Sekarang saatnya.
Selamat tinggal dunia sok suci.
Neraka agung sudah menunggu.
Lambaian bidadari-bidadarinya tak kalah birahi dengan yang disediakan surga.
Baiklah.
Mari mulai!.




_Novie Andi

No comments:

Post a Comment