Tuesday, October 4, 2011

Nomor Antrian

Ditanganku ada kertas bernomor 23.
Kulihat ke arah depan. Antrian belum bergerak. Di luar garis antrian kami, banyak sedu sedan dari para wanita dan anak-anak. Ah, tapi ada juga yang mencibir dan menertawakan.

Saat antrian mulai berjalan pelan, aku merasakan dingin yang teramat sangat.
Angin berhembus menusuk. Samar aku mendengar nama seorang wanita dipanggil.
Ia menjerit, berontak dari cengkraman lelaki berjubah di kanan kirinya. Aku teringat Dementor.

Lalu tiba-tiba semua gelap.
Benar-benar pekat.
Aku tidak bisa bernafas.
Ah, sesak!
Seperti terjebak di dalam lift yang sedang rusak.
Panas dan pengap.
Ah!


No comments:

Post a Comment